Di sebuah daerah terpencil, ada sebuah desa yang tak kalah terpencilnya, namanya Dream Village
. Dulu, desa ini sangat makmur, ramai dengan penduduknya, penduduknya
yang ramah-tamah, penduduknya yang suka berteman, kaya akan peternakan
dan perkebunan. Hasil peternakan dan perkebunannya sangat melimpah.
Di sebuah rumah reyot, ada keluarga kecil yang bahagia. Keluarga itu
terdiri dari ibu, adik, kakak. Kakaknya bernama Driya, adiknya bernama
Calen, dan ibunya bernama Bu Misti. Sekarang, desa ini sudah tidak
seperti dulu lagi.
Kejahatan ada di mana-mana semenjak Raja Volas memimpin. Raja yang
sangat kejam dan selalu memungut pajak yang besar. Penduduk Desa Village
dilanda kemiskinan sejak Raja Volas memimpin.
Waktu terus berjalan, hanya 2-3 orang yang membayar pajak. Raja Volas
marah besar. Ia mengadakan peperangan antar Raja dan penduduk. Penduduk
ketakutan. Pada saat hari penentuan peperangan, pasukan raja membabi
buta. Pasukan-pasukannya menembak siapa yang ada dalam keramaian desa
itu. Raja Volas tertawa di atas penderitaan penduduknya.
Driya, kakak Calen ikut tertembak. Driya ditembak de tempat yang
sangat jarang dijajah penduduk desa. Mayat Driya membusuk di tempat itu,
tidak ada seorangpun yang tahu. Calen serta ibunya menangis
tersedu-sedu mendambakan kehadiran Driya. Lambat laun, Driya menjadi
gentayangan di Dream Village.
Tiap malam, terdengar suara rintihan dari asal mayat Driya yang
membusuk. Tidak ada yang mendengarnya, hanya Calen seorang saja yang
mendengarnya.
"Mama, tiap malam Calen mendengar Kak Driya menangis minta tolong. Di
mana Kak Driya, Mama? Calen rindu..." Calen menitikkan air matanya
dalam pangkuan ibunya.
"Yang sabar, yah, Sayang. Mungkin Kak Driya berada di alam yang
tenang di atas sana. Yang selalu melihat kita dengan tersenyum..." Bu
Misti tersenyum gemetar mendengar perkataan lirih anaknya.
"Tapi, Ma. Nggak mungkin Kak Driya berada di alam yang tenang. Sampai
saat ini, mayat Kak Driya belum ditemukan. Kak Driya, Kak Driya,
hiks..hiks.. Kakak, tidak tenang, Kakak tidak bahagia, Mama.
Hiks..hiks.." Calen terus menangis.
Bu Misti memang tahu, anak pertamanya tidak berada di alam yang
tenang. Melainkan di alam yang gelap dan sengsara meminta pertolongan
tiap malam.
Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan berlalu begitu
cepat. Dan, setiap perubahan itu, tidur Calen semakin tidak nyenyak
karena tiap malam mendengar suara minta tolong dari kakaknya, Driya.
Malam ini juga, Calen ingin mengungkap misteri letak mayat kakaknya.
Dengan baju tipis, celana pendek, sendal jepit, dan senter yang
cahayanya redup Calen terus berjalan mencari sosok mayat kakaknya.
Waktu terus berputar seiring langkah Calen. Sepanjang melangkah,
Calen memanggil pelan, memanggil lirih kakaknya. "Kakak...Kakak ada di
mana? Calen rindu, Kak.. Hiks..hiks.. K-Kak..! Huhu..hiks.." Calen
mengingat masa lalunya saat bersama kakaknya. Dulu, jika Calen menangis,
kakaknya lah yang menghapus air matanya seraya berkata, "Hidup ini
indah, Dek. Jangan menangis. Simpanlah air matamu jika Kakak sudah tak
dapat menghapus air matamu lagi," kata-kata yang bijak, menurut Calen.
Perkataan kakaknya terjadi. Sekarang, kakaknya sudah tidak dapat
menghapus air matanya lagi. Kaki Calen terus melangkah. Semakin ia
melangkah, ingatan tentang kakaknya semakin jelas. Hingga ingatan
kakaknya semakin jelas, ia mengingat kenangan saat kakaknya membacakan
cerita tentang adik-kakak yang terpisah karena kakaknya mengidap
penyakit kanker. Calen menangis saat kakak yang ada di dalam cerita itu
meninggal.
"Kak, Kakak jangan tinggalin Calen sendiri. Sama kayak cerita itu.
Hiks..hiks.. nanti kalau Kakak pergi, siapa yang membacakan cerita untuk
Calen lagi? Hiks..hiks.." Calen memeluk kakaknya. Kakaknya tersenyum
kecil dan berkata, "Calen, jangan sedih, berhentilah menangis terus.
Kakak janji, kakak tidak akan meninggalkan Calen sendirian. Kakak akan
menemani Calen walaupun harus mati."
Calen terus menangis tersedu-sedu mengingat kenangan manisnya dulu.
"Calen..." Lamunan Calen buyar seketika mendengar namanya dipanggil.
Suara yang familiar bagi Calen. Apakah itu... "K-Kakak? Ap..apakah itu
Kakak?" Calen menggapai-gapai tangan seseorang yang mempunyai suara itu.
Tapi, Calen tak dapat menggapainya. "Ya, Calen. Ini, Kakak. Kemarilah,"
suara itu menjawab.
"Ngh..hh.. Kakak! Calen tidak bisa memeluk Kakak lagi. Hiks..hiks..
Kakak. Jangan ninggalin Calen lagi. Kalau Calen nangis, tidak ada yang
dapat menghapus air mata Calen lagi. Kakak..! Calen ingin memegang
tangan hangat Kakak, di manakah tangan hangat yang selalu kudambakan
akan memegang erat tanganku lagi? Di mana, Kakak? Hiks..hiks.." Calen
terus menggapai-gapai. Suara itu tidak menjawab. "K..Kakak..
Hiks..hiks..." Calen menangis terus menerus. Sebutir air mata Calen
berubah menjadi cahaya. Cahaya itu makin lama makin terang, menerangi
pandang Calen.
"K-Kakak? Mengapa.." Calen menghapus air matanya dengan segera dan memandang heran kakaknya.
"Ya, Calen. Kakak sudah tidak ada. Pasukan Raja Valos menembak Kakak
dengan membabi buta. K-Kakak sebenarnya, sudah tidak dapat menginjak
bumi lagi," kata Driya memandang ke bawah. Calen melihat bayangan
kakaknya yang mengambang, tidak menginjak tanah lagi. Calen terdiam.
"Kakak tidak tahu harus bagaimana lagi. Kakak hanya bisa meminta
tolong dan berteriak. Hiks..hiks.. Kakak hanya mempunyai satu impian.
Kakak tidak ingin menjadi dokter, arsitek, ataupun guru yang dulu
cita-cita terbesar Kakak."
Driya menghentikan kata katanya karena melihat Calen menangis. Tangan
Driya ingin menghapus air mata Calen. Saat ingin menghapusnya, Driya
terkejut. Driya langsung membuang rasa terkejutnya itu. Dia sudah tahu,
dia hanyalah sebuah bayangan.
"Kakak.. apakah impian Kakak itu? Hiks..Hiks.." Calen mendongak
menatap bayangan wajah sayu Kakaknya. "Hanya satu...Hhh..." Driya
memejamkan erat matanya, air matanya menitik.
"Aku ingin hidup kembali...hiks..hiks.." Bibirnya gemetar setelah mengucapkan kata kata itu. Calen menangis.
"Calen, waktuku sudah habis. Maafkan Kakak yang tak dapat lagi menghapus air matamu, adikku ter-cin-ta. Hhh..."
Sayup-sayup suara Driya menghilang. Bayangan Driya sudah hilang.
Ajaibnya, cahaya yang berasal dari air mata Calen masih menyinari malam.
Calen meraba-raba tanah. Sepertinya, dia mencari sesuatu. Wajahnya
sekarang tampak senang dan tersenyum. Mungkin sudah mendapatkan benda
yang ia cari. Sebuah...paku berkarat yang sangat tajam. Buat apa paku
itu? Dengan tangan gemetar, Calen menusuk jarinya dengan paku itu. Darah
keluar dari jari manisnya. Calen segera berlari menuju mayat Driya
tergeletak. Calen membuka mulut Driya dengan perlahan. Dia biarkan
darahnya menetes memasuki mulut Driya. Tak ada perubahan. Calen terduduk
lesu. Setitik air mata Calen jatuh mengenai wajah Driya.
Ajaib! Wajah Driya bersinar begitu terang. Sinar itu makin melebar
dan seluruh badan Driya bersinar. Driya terangkat ke langit dengan
pelan. Dan diturunkan ke tanah dengan pelan pula. Cahaya itu makin lama
makin redup dan, "Aah.. dimana aku?" Driya berbicara. Calen terbelalak,
memandang tidak percaya. Calen ragu ragu untuk menghampirinya.
"Ng..apakah itu kau, Calen?" Driya bertanya.
"Hhh...K-Kakak? Ngh...hiks..hiks.. Kakak!! Calen rindu.. hiks..
hiks.." Calen segera memeluk kakaknya dengan penuh kerinduan. Driya
tersenyum, "Calen, terima kasih. Engkau telah menghidupkanku kembali.
Terima kasih, adikku tercinta." Driya memeluk Calen dengan penuh kasih
sayang.
Akhirnya, setelah mereka pulang, Bu Misti sangat terkejut. Dan
menangis haru. Begitulah akhir ceritanya, mereka kembali hidup dengan
gembira serta keluarga yang utuh seperti dulu lagi.
------------------------------------------------------------
Ini sebuah cerita nyata seorang anak yang sangat berharap untuk kakaknya hidup kembali dan hidup di sampingnya.
Friend
, walaupun kakak/adik kalian nyebelin, jangan pernah menginginkan dia
tidak ada di dunia ini. Siapa tahu, harapan kalian terjadi. Harapan yang
sangat buruk.
Minggu, 18 November 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar